https://www.kabarsawit.com


Copyright © kabarsawit.com
All Right Reserved.

Harga CPO Tak Karuan, GAPKI Mulai Jejaki Pasar Baru

Harga CPO Tak Karuan, GAPKI Mulai Jejaki Pasar Baru

Ilustrasi - truk pengangkut TBS sawit melintas di jalanan Kabupaten Siak. Foto: Sahril

Jakarta, kabarsawit.com - Lebih dari sepekan belakangan, para petani di provinsi penghasil sawit yang ada di Indonesia mengeluh. Harga Tandan Buah Segar (TBS) semakin hari semakin melorot. Kalaupun hari ini misalnya naik Rp50, besok sudah turun pula Rp75 per kilogram. 

Banyak yang kemudian menuding kalau turunnya harga TBS tadi tidak lepas dari lelang Crude Palm Oil (CPO) yang ada di PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN).
  
KPBN malah dituding tidak bisa mendongkrak harga CPO di saat harga CPO di MDEX Malaysia maupun CIF Rotterdam telah lebih tinggi. 

Kemarin, Direktur KPBN, Rahmanto Amin Jatmiko cerita kalau pada dasarnya harga komoditi, baik itu CPO maupun yang lain, sangat berkaitan erat dengan kondisi supply dan demand dari komoditi itu sendiri.

Situasi Supply and Demand ini sangat dinamis dan selalu berubah dari waktu ke waktu termasuk dipengaruhi juga oleh pergerakan komoditi substitusinya (minyak nabati lain). 

"Saat ini ada beberapa faktor yang membikin trend harga turun. Misalnya permintaan yang turun. Ini ditandai dengan data ekspor yang melemah disaat supply yang membaik. Ini ditandai oleh data produksi dan stock yang makin meningkat. Harga minyak nabati lain yang makin turun juga berdampak," terangnya.

Kalau pasar komoditi digunakan sebagai instrumen investasi (seperti di bursa malaysia) kata lelaki 50 tahun ini, maka pergerakan dana dari investor di pasar derivative terkait komoditi, sedikit banyaknya juga akan mempengaruhi. 
Ini kelihatan dari harga di bursa manapun di dunia. Tidak hanya di KPBN, tapi juga di MDEX Malaysia, bahkan di Dalian Tiongkok.

"Bahkan harga yang terbentuk di market Eropa yang biasanya merujuk pada harga di Rotterdam, juga ikut terdampak," ujarnya.

Jadi, keberadaan bursa di manapun, itu menggambarkan akibat dari sebab yang ada di market. Dan biasanya akan diikuti aksi dan reaksi dari pelaku pasar. 

"Misal kalau harga dirasa sudah rendah, buyer akan berbondong-bondong membeli dan ini akan bisa menyebabkan demand naik dan ujung-ujungnya akan menggerakkan ke arah naik," terangnya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono tak menampik jika melorotnya harga TBS petani, tidak terlepas dari kondisi supply and demand tadi.

"Harga sawit tertekan lantaran penanaman kedelai di Amerika naik dan menghasilkan produksi yang bagus. Alhasil supplynya bagus. Ini pula yang membikin permintaan minyak sawit dari India dan Eropa berkurang," lelaki yang kemarin masih sedang berada di Brussel, Belgia ini menjelaskan. 

Oleh keadaan semacam ini pula kata Eddy, pihaknya mencoba membuka pasar baru, khususnya di negara-negara Euroasia. 

"Paling tidak ini akan bisa menambah penyerapan minyak sawit Indonesia," ujarnya.