https://www.kabarsawit.com


Copyright © kabarsawit.com
All Right Reserved.

Solusi Limapuluh Kota Tak Lain, Sawit!

Solusi Limapuluh Kota Tak Lain, Sawit!

Ilustrasi-TBS kelapa sawit.

Sumbar, kabarsawit.com - Selain Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Limapuluh Kota merupakan daerah sentra utama penghasil gambir di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).

Komoditas perkebunan lain yang menjadi andalan perekonomian masyarakat setempat adalah karet alam. Kedua komoditas perkebunan itu pengelolaannya sudah diwarisi secara turun-temurun, dari generasi ke generasi.

Merujuk data bps.go.id, pada tahun 2020 luas areal perkebunan gambir di Kabupaten Limapuluh Kota sekitar  16.574 hektare, sementara luas areal perkebunan karet 17.650 hektare.

Baik kebun gambir atau karet alam di daerah itu merupakan perkebunan rakyat, yaitu kebun yang dibuka dan dikelola sendiri oleh petani tanpa melibatkan investor atau korporasi.

Yang kemudian menjadi persoalan, antara lain soal harga. Harga gambir di pasaran tingkat fluktuasinya sangat tajam, sementara harga karet alam cenderung bertahan pada titik yang sama sekali tidak menguntungkan petani.

"Kalau kemudian banyak petani yang mulai melirik tanaman kelapa sawit suatu hal yang bisa diterima," kata V. Dt. Padukak, tokoh masyarakat Nagari Koto Alam, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota saat berbincang dengan kabarsawit.com, kemarin. 

Menurut Padukak, munculnya animo petani setempat beralih ke sawit, selain harga komoditas andalan yang tak kunjung membaik di pasaran, juga dipicu oleh tingkat kesejahteraan memadai yang dinikmati oleh para petani sawit di daerah tetangga, Provinsi Riau.

"Mereka juga ingin sejahtera, sebagaimana yang dialami oleh para petani sawit di Riau ketika harga sawit tengah membaik di pasaran," kata Padukak.

 

Fakta yang terlihat di lapangan, memang menunjukkan sejumlah petani mulai mengalihkan komoditas di lahannya, dari sebelumnya berisi komoditas gambir dan karet, dialihkan ke tanaman sawit.

"Tapi memang belum terlalu banyak," kata Padukak.

Selain membuka areal perkebunan kelapa sawit membutuhkan modal besar, kendala budidaya kelapa sawit di daerah itu juga dihadapkan dengan topografi wilayah yang berbukit-bukit.

Karena kondisi topografi wilayah itu pula, menurut Padukak, menjadi penghalang bagi investor untuk menanamkan modalnya dalam usaha perkebunan kelapa sawit. 

"Untuk mendapatkan lahan yang datar sekitar 3.000 hektare saja tak ada," ujar Padukak.

Kendati demikian, dari realitas yang ada, Padukak menangkap kesan sudah mulai timbul keinginan di kalangan petani setempat untuk beralih ke kelapa sawit, meninggalkan komoditas gambir dan karet yang sudah turun temurun menjadi andalan perekonomian masyarakat setempat.