Genjot Investasi Perkebunan Sawit di Bengkulu
Bengkulu, kabarsawit.com - Pemerintah Provinsi Bengkulu terus menggaet investor ke daerah demi meningkatkan ekspor komoditas perkebunan kelapa sawit.
Dengan terget investasi sebesar Rp19,31 triliun pada tahun ini, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah berharap pemerintah daerah melalui DPMPTSP mempermudah proses perizinan.
"Target investasi kita naik hampir 100 persen, menandakan bahwa Bengkulu memiliki potensi yang belum terkelola, baik dari sektor investasi perkebunan, perikanan, kelautan dan sektor UMKM," kata Rohidin, dalam Rakorda Percepatan Investasi Daerah, kemarin.
Menurut Rohidin, agar target terpenuhi, harus ada sinergi antara pemerintah kabupaten/kota dengan Pemprov. Tujuannya agar izin tak terhambat hingga pemodal nyaman menjalankan bisnisnya di Bengkulu.
Berdasarkan data BPS, kontribusi perkebunan 97,4 persen terhadap volume ekspor sektor pertanian, dan berkontribusi 96,9 persen terhadap nilai ekspor sektor pertanian. Maka dari itu tidak heran, subsektor perkebunan menjadi penyumbang devisa negara terbesar dari ranah pertanian.
Agar nilai ekspor perkebunan dapat meningkat, diperlukan adanya percepatan investasi. Data Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi pertanian di Bengkulu selama tiga tahun terakhir adalah Rp8,17 triliun di 2020, Rp5,27 triliun di 2021, dan Rp7,71 triliun di 2022.
Dengan tingkat besaran investasi rata-rata 40 persen sektor perkebunan, menengok data itu, Gubernur pum menaruh perhatian agar potensinya terus dikelola.
"Jadi tugas kita dalam beberapa bulan ke depan adalah pemetaan. Usai pemetaannya selesai baru penjajakan setelah itu barulah mengurusi berbagai macam perizinan. Karena itu, izin harus diperingkas," tutur Rohidin.
Sementara itu Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Bengkulu, Karmawanto memaparkan adanya kendala umum yang sering ditemui dalam proses investasi industri kelapa sawit.
Yakni, proses perizinan seperti pelepasan hak guna usaha yang sangat sulit, tidak ada kepastian waktu dan biaya, serta Implementasi Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) antara pusat dan daerah tidak sinkron.
"Kendala lainnya adalah, pengembangan infrasturktur yang tidak sinkron dengan kegiatan investasi serta tenaga kerja kurang terampil dan produktivitas rendah," kata dia.
Agar kendala-kendala tersebut dapat teratasi, lanjut Karmawanto, ada beberapa solusi. Untuk proses perizinan misalnya, kewajiban pemenuhan persyaratan setelah kegiatan usaha harus berjalan. Kemudian adanya transparansi kepastian waktu dan biaya proses perizinan.
Dikatakannya, agar pusat dan daerah juga sinkron, harus ada penyeragaman NSPK pusat dan daerah serta Online Single Submission (OSS), sehingga cukup dengan satu pintu secara online, regulasinya akan lebih jelas.
Infrasturktur pun akan disediakan tepat waktu dan sesuai fungsi. Lalu masalah SDM atau tenaga kerja, yakni dengan menyiapkan tenaga kerja melalui pendidikan atau pelatihan vokasi.
"Jadi terobosan kami untuk mempercepat investasi adalah OSS pengembangan investasi terintegrasi dengan sektor pendukung lainnya, pengembangan pendidikan/pelatihan vokasi investasi, dan fasilitasi kemudahan investasi,” jelas Karmawanto.
Di dalam Permentan No.40/2019, permohonan dan layanan Perizinan Berusaha dilaksanakan melalui OSS, yakni dijalankan dengan sistem online. "Dengan OSS ini memang jauh lebih terstruktur, cepat, transparan dan tidak ada penyimpangan,” terangnya.
Ketika belum OSS, menurutnya, izin usaha diberikan dengan hanya pemenuhan komitmen. Lalu waktu yang dibutuhkan rata-rata 30 hari dan syarat-syaratnya harus seluruhnya dipenuhi.
"Dengan OSS, izin usaha dibagi menjadi 4 tipe pemenuhan komitmen yang waktunya tergantung tipe izin usaha, tetapi tidak sampai 30 hari, yakni sekitar 5-15 hari," ungkap Karmawanto.
Kemudian pemenuhan persyaratannya tidak harus dipenuhi diawal, melainkan dapat dipenuhi setelah izin usaha terbit dengan batasan waktu yang telah diatur.
"Mudah-mudahan dengan kemudahan ini target realisasi kita akan terpenuhi," harapnya.