Pupuk Mahal, Pemda Harus Turun Tangan!
Bengkulu, kabarsawit.com - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bengkulu mendorong pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk mensubsidi pupuk bagi petani sawit swadaya.
Ketua HKTI Bengkulu Supratman meminta agar DPRD bisa membackup anggaran pupuk subsidi untuk petani dari APBD.
"Petani sawit sangat mengeluhkan harga pupuk non subsidi pasca dicabutnya subsidi, Pemda harus bisa mengalokasikan anggran secara swadaya demi kepentingan petani," kata Supratman kepada kabarsawit.com, kemarin.
Dengan begitu, lanjutnya, petani tidak akan mengeluh lagi terkait pupuk dan berproduksi tanaman sawit di Bengkulu akan terus meningkat.
“Itu bisa dilakukan Pemda bersama legislatif, karena memang harga pupuk non subsidi saat ini sangat mahal. Kita dari HKTI mendorong hal ini bisa diwujudkan di Bengkulu,” tegas Supratman.
Ia juga berharap agar petani bisa mandiri dengan memuat pupuk sendiri. Menurutnya, hal ini juga salah satu upaya mengatasi keluhan terhadap mahalnya harga pupuk non subsidi.
“Peran penyuluh sangat diharapkan bisa membantu petani dalam membuat pupuk organik. Apalagi kandungan pupuk organik juga tidak kalah dengan pupuk kimia,” imbuhnya.
Lebih lanjut ia meminta, Pemda melalui dinas teknis juga agar mengawasi peruntukan pupuk bersubsidi, sehingga tepat sasaran.
Pasalnya tidak menutup kemungkinan karena pupuk non subsidi mahal, peruntukan yang subsidi dijual kepada bukan yang semestinya berhak menerima.
“Kita akan ikut mengawasi di lapangan dan meminta laporan dari petani dalam penggunaan pupuk untuk tanamannya,” ucapnya.
Sementara itu Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Pertanian Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bengkulu, Helmi Yuliandri mengatakan petani sawit kesulitan membeli pupuk kimia karena saat ini harganya sudah di atas Rp1 juta per karung.
Oleh karena itu Pemda perlu mensubsidi pupuk bagi petani sawit, seperti mengalokasikan anggaran untuk membeli pupuk melalui dana APBD, dan menjual ke petani dengan harga subsidi.
Terlebih kebijakan Pemerintah mencoret komoditas kelapa sawit sebagai salah satu komoditas perkebunan yang tidak lagi diberikan pupuk subsidi, membuat petani kecil terseok-seok.
"Memang harusnya ada aturan seleksi. Jangan seolah-olah petani dipaksa bersaing dengan korporasi yang menguasai sumber daya produksi untuk bisa membeli pupuk," kata Helmi.
Disisi lain produktivitas kelapa sawit juga berimbas dan menurun hingga 50 persen. "Disamping pemda mensubsidi juga, menyediakan pupuk organik ataupun mengintegrasikan perkebunan sawit dengan ternak sapi,” tukasnya.