https://www.kabarsawit.com


Copyright © kabarsawit.com
All Right Reserved.

Ramp, Tak Ada Dalam Tata Niaga Sawit!

Ramp, Tak Ada Dalam Tata Niaga Sawit!

Ilustrasi-TBS kelapa sawit.

Pekanbaru, kabarsawit.com - Dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tidak mengenal Ramp atau Peron. Permentan hanya mengatur terkait kemitraan, koperasi atau kelompok tani.

"Pola yang diatur itu seperti PIR, KKPA, Inti Plasma dan sebagainya. Tak ada soal Ramp," kata Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Defris Hatmaja saat berbincang dengan kabarsawit.com, Sabtu (4/3).

Di Riau sendiri, kata Defris, tata niaga dan penetapan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang dilakukan Disbun hanya untuk pekebun mitra, atau yang tergabung dalam sebuah lembaga dan bermitra dengan perusahaan. 

"Pola itu mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2018. Sementara untuk para petani swadaya, harga TBS berada di bawah harga penetapan Dinas Perkebunan," ujarnya. 

Para petani swadaya ini lah yang menjual hasil kebun secara individu ke para pengepul yang dikenal sebagai Peron dan Ramp. Tentu harga TBS sesuai dengan yang ditetapkan oleh para pengepul.

Sebenarnya kata dia, pemerintah provinsi Riau telah mengakomodir para pekebun swadaya untuk mendapatkan harga yang layak. Yakni melalui Peraturan Gubernur Riau Nomor 77/2020. Ini bertujuan melindungi pekebun untuk mendapat harga yang berkeadilan.

"Dalam Pergub itu petani yang berada dalam satu hamparan dikelompokkan dan membentuk kelembagaan. Setelah itu baru difasilitasi untuk bermitra dengan pabrik terdekat. Aturannya tetap sesuai Pergub," kata dia.

Lanjut Defris, jika sudah bermitra maka petani akan mendapat pesanan langsung dari pabrik untuk menjual hasil kebun. Dengan pola tersebut maka petani akan mendapatkan kepastian harga TBS.

"Jadi saling menguntungkan, petani dapat tempat penjualan, pabrik juga mendapatkan kepastian pasokan bahan baku," bebernya.

 

Dengan pola seperti itu, menurutnya tata niaga kelapa sawit menjadi tertib dan tidak terjadi persaingan yang tidak sehat di lapangan. Sebab harga yang diperoleh petani sama dengan yang ditetapkan oleh dinas perkebunan.

Secara kewenangan ini dilakukan oleh dinas yang membidangi perkebunan di kabupaten/kota. Kemudian berkoordinasi dengan dinas perkebunan provinsi sesuai dengan kewenangannya sebagai fasilitator.

"Disbun Riau telah mensosialisasikan dan sampai sekarang masih mensosialisasikan Pergub Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Harga TBS Produksi Pekebun Provinsi Riau untuk bermitra sebagai sebuah upaya melindungi semua pihak," terangnya.

"Pada intinya, harga TBS baik pekebun plasma dan pekebun swadaya akan memperoleh harga penetapan Disbun Riau melalui kemitraan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," pungkasnya.