https://www.kabarsawit.com


Copyright © kabarsawit.com
All Right Reserved.

Banyak Petani Kakao di Sulsel Beralih ke Sawit

Banyak Petani Kakao di Sulsel Beralih ke Sawit

Sekretaris Jenderal Apkasindo Perjuangan, Sulaiman H Andi Loeloe. (Istimewa)

Sulsel, kabarsawit.com - Luasan kebun kakao di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) terus mengalami penurunan. Banyak kebun kakao kini berubah menjadi kebun kelapa sawit.

Provinsi beribukotakan Makasar itu sebelumnya menjadi barometer perkebunan kakao di Indonesia. Namun beberapa tahun belakangan justru mengalami penurunan.

"Sebetulnya, kebun kakao ini bisa dipertahankan dengan langkah yang tepat. Nah yang menjadi sumber masalah adalah kebun ini adalah kebun rakyat yang tiap Kelapa Keluarga (KK) tidak lebih dari 1 hektar," ujar Sekretaris Jenderal APKASINDO Perjuangan, Sulaiman H Andi Loeloe saat berbincang bersama kabarsawit.com, kemarin. 

Menurutnya perkebunan rakyat memiliki banyak rintangan. Salah satunya yakni tidak adanya dukungan langsung dari pemerintah, terutama dalam meningkatkan produksi. Kemudian juga dalam segi harga komoditi tersebut.

Kakao tidak memiliki patokan harga seperti kelapa sawit. Sehingga jika dibandingkan dari dulu hingga sekarang harga kakao tidak banyak mengalami perubahan, bahkan nyaris tidak ada kenaikan.

"Harga yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan perawatan kakao itu sendiri. Seperti harga pupuk misalnya. Akhirnya karena tidak mendapat pupuk, produktivitas menurun, tanaman sakit dan perlu ditumbang," katanya.

Dari sini kata Sulaiman, petani mencari tanaman yang lebih menguntungkan. Seperti kelapa sawit dan jagung. Sebab ada wilayah yang tidak cocok ditanami kelapa sawit.
 
Pada tahun 2020, di Luwu Utara yang menjadi salah satu sentra perkebunan kakao di Sulsel hanya tersisa 40.814 hektar perkebunan kakao. Sedangkan Sulsel 195 ribu hektar. Ini jauh turun jika dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya.

Sebaliknya kebun kelapa sawit di wilayah itu justru meningkat. Pada tahun yang sama ada 30.918 hektar kebun kelapa sawit rakyat yang tumbuh. Lalu di Luwu Utara 21.470 hektar.

"Kalau kita berharap semua komoditi yang ada berkembang. Jadi bagaimana pemerintah mengatur hak ini terjadi. Karena tidak semua lahan cocok ditanami kelapa sawit," ujarnya.

"Seharusnya ada dukungan bagi petani komoditi lain seperti kakao dan kopi seperti dukungan terhadap perkebunan kelapa sawit. Seperti adanya badan pengelolaan layaknya BPDPKS di kebun sawit. Kemudian juga diatur dalam permenko baik dari sisi harga dan sebagainya. Ini baru tertolong," tandasnya.