https://www.kabarsawit.com


Copyright © kabarsawit.com
All Right Reserved.

Diduga Tempati Lahan Pemerintah, Warga Bengulu Tolak Pindah

Diduga Tempati Lahan Pemerintah, Warga Bengulu Tolak Pindah

Warga tolak pindah dari lahan milik Pemprov Bengkulu. Foto: Dirgantara

Bengkulu, kabarsawit.com - Sejumlah warga Kota Bengkulu yang mendiami lahan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu di Jalan Pariwisata Kelurahan Penurunan  Kecamatan Ratu Samban, menolak ditertibkan.

Sejumlah warga yang didominasi ibu-ibu menolak pengamanan Satpol PP, Kepolisian dan Kejaksaan yang akan melakukan pemasangan pagar di lahan tersebut. 

Bahkan, untuk menginisiasi klaim lahan itu warga menanam sawit di sekitaran lahan. 

Kepala Bidang Barang Milik Daerah Pemprov Bengkulu, Oka Suhendra mengatakan penertiban aset negara ini akan dijadwalkan ulang mengingat ada penolakan keras dari masyarakat.

Hal itu, kata dia, demi menghindari konflik sosial dengan masyarakat yang dengan keras menolak ditertibkan.

"Kami tunda dulu. Akan kami bersurat lagi untuk berkordinasi dan akan turun dengan pasukan penuh. Rencana dalam pekan ini akan kami jadwalkan lagi pengamanan aset lahan itu," kata Oka kepada kabarsawit.com, kemarin.

Oka menyayangkan langkah masyarakat mengakuisisi lahan tersebut dengan menanami sawit dan tanaman lainnya. Padahal jelas wilayah tersebut menjadi lokasi fokus penataan aset yang ditetapkan oleh KPK beberapa waktu lalu.

Namun ahli waris yang mengatasnamakan warga RT 1, RT 2, RT 14 dan RT 18 Kelurahan Penurunan Kota Bengkulu, tetap bertahan menolak rencana pemagaran di atas lahan tersebut.

Salah satu ahli waris, Hamdani Yatim mengatakan punya bukti kepemilikan lahan berupa surat keterangan jual beli yang dikeluarkan pada tahun 1956.

"Saya belum terima pemagaran, ini belum ada penyelesaian. Kemarin memang ada musyawarah di Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan, namun belum tuntas. Kami mau, kalau bisa ketemu gubernur," ujarnya.

Ia mengatakan, sebanyak 8 orang ahli waris tidak menerima pemagaran oleh pemerintah. Apalagi lahan ini menjadi satu-satunya tempat hidup keluarga mereka.

"Kita punya surat tanah. Kalau tidak ada dasar, kita tidak akan berani mempertahankan," ungkapnya.

Pemagaran yang dilakukan pemerintah dinilai bukan langkah yang baik. Kendati pemerintah mengaku mengantongi surat, namun tidak pernah diperlihatkan ke masyarakat. 

"Kami minta ini diselesaikan dengan baik-baik oleh gubernur. Kalau memang tidak bisa dengan baik-baik maka kita akan gugat lewat pengadilan. Kita sebenarnya bukan mau menuntut, namun minta kebijaksanaan dari Pemerintah Provinsi," ujarnya.