https://www.kabarsawit.com


Copyright © kabarsawit.com
All Right Reserved.

Pertamina Group Genjot Pengembangan Bioetanol untuk Transisi Energi

Pertamina Group Genjot Pengembangan Bioetanol untuk Transisi Energi

Pengisian bahan bakar bioetanol pada kendaraan, Dok: Agrofarm

Jakarta, kabarsawit,com – Potensi bioetanol memiliki dampak positif yang luas, mulai dari hulu hingga hilir. Bioetanol dapat menjadi solusi untuk mengurangi emisi di sektor transportasi, yang merupakan penyumbang utama emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia.

Direktur Manajemen Risiko Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) Iin Febrian menjelaskan bahwa Indonesia telah sukses menerapkan biodiesel B35, yang merupakan campuran solar dengan bahan bakar nabati (BBN) berbasis kelapa sawit, dengan kadar 35 persen fatty acid methyl esters (FAME).

"Saat ini, pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023, mendorong pemanfaatan bioetanol sebagai campuran bahan bakar gasoline," ujarnya dalam siaran pers yang dirilis pada Rabu (2/10).

Akhir tahun lalu, PT Pertamina Patra Niaga meluncurkan Pertamax Green 95, yang mengandung 5 persen bioetanol. Langkah ini tidak hanya mendukung target enhanced nationally determined contribution (ENDC) Indonesia, tetapi juga berpotensi menciptakan nilai ekonomi yang signifikan.

“Pengembangan bioetanol, mulai dari bahan baku seperti tebu, jagung, sorgum, hingga distribusinya, dapat membuka banyak lapangan kerja,” tambahnya.

Pertamina NRE telah diberi amanah oleh PT Pertamina (Persero) untuk mengembangkan bisnis bioetanol sebagai bahan baku Pertamax Green. Mereka memiliki strategi pengembangan jangka pendek, menengah, dan panjang dari tahun 2024 hingga 2035.

“Sebagai langkah jangka pendek, kami telah menandatangani perjanjian dengan PT Sinergi Gula Nusantara untuk membangun pabrik bioetanol baru di Glenmore, Banyuwangi, dengan kapasitas 30 ribu kiloliter per tahun,” ungkap Iin.

Saat ini, kapasitas produksi etanol nasional mencapai sekitar 180 ribu kiloliter per tahun, sementara kebutuhan etanol untuk campuran 5 persen (E5) mencapai 1,9 juta kiloliter per tahun, dan akan berlipat ganda jika diterapkan E10.

Dalam upaya memperkecil kesenjangan antara suplai dan kebutuhan, Pertamina NRE berkomitmen untuk membangun pabrik bioetanol baru. Indonesia memiliki potensi besar untuk menanam berbagai jenis tanaman energi sebagai bahan baku bioetanol.

Dengan mendiversifikasi bahan baku, diharapkan kebutuhan tebu untuk pangan tidak terganggu. Saat ini, Pertamina juga melakukan studi untuk mengembangkan bahan baku bioetanol alternatif, seperti sorgum, nipah (nypa fruticans), dan tandan kosong kelapa sawit.

Pertamina NRE berkomitmen untuk mendukung transisi energi dan mencapai aspirasi pemerintah untuk mencapai net zero emission (NZE) paling lambat tahun 2060.