https://www.kabarsawit.com


Copyright © kabarsawit.com
All Right Reserved.

Turunnya Populasi dalam 1 Dekade Terakhir, Integrasi Sawit-Sapi Jadi Solusi Potensial

Turunnya Populasi dalam 1 Dekade Terakhir, Integrasi Sawit-Sapi Jadi Solusi Potensial

Wakil Menteri Pertanian periode 2011-2014 Rusman Heriawan menyampaikan bahwa kebutuhan akan daging sapi cukup besar di Indonesia. Sayangnya 10 tahun terakhir yakni sejak 2013-2023 populasi sapi justru mengalami penurunan. Data ini Rusman sampaikan dalam gelaran Workshop UKMK Berbasis Kelapa Sawit guna mengembangkan budidaya sapi melalui pola integrasi sapi sawit (Siska) yang ditaja Aspek-PIR dan BPDPKS, Kamis (22/8) lalu di Palembang. Dari data yang dipaparkan, pada tahun 2013 jumlah populasi sapi mencapai 131.279.000 ekor. Sementara pada tahun 2023 jumlahnya hanya sebanyak 113.181.000 ekor saja. Artinya dalam rentang 10 tahun terjadi penurunan sebesar 13,79%. "Saat ini pemerintah masih terus berupaya mengurangi ketergantungan impor pangan. Termasuk juga daging sapi," jelasnya. Lanjutnya, jumlah pemotongan sapi 2023 sebesar 2,35 juta ekor dengan produksi daging 504 ribu ton. Jika jumlah penduduk Indonesia saat ini 280 juta jiwa dan konsumsi daging sapi 2,57 kg per kapita/tahun, maka total konsumsi daging sebesar 720 ribu ton. Artinya 200 ribu ton lebih tetap harus diimpor. Disamping itu, perkebunan kelapa sawit justru terus bergerak naik luasannya. Tahun 2019 saja luasannya sudah mencapai 16,4 juta hektar. Malah saat ini diperkirakan bertambah satu juta Ha. Artinya, pertumbuhan perkebunan kelapa sawit justru berlawanan dengan pertumbuhan populasi sapi. Dengan begitu program integrasi sapi ke lapa sawit (Siska) merupakan langkah potensial untuk meningkatkan populasi sapi hingga mengurangi ketergantungan impor daging sapi tadi. "Jika mengaji pada Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) – Inpres No. 6/2019, maka Siska menjadi komponen penting dalam mendukung implementasinya," terang Rusman. Menurut Rusman, program Siaka juga mendorong investasi perusahaan kelapa sawit dan pemerintah terutama dalam pengadaan sapi bakalan dan sapi indukan. Investasi lainnya adalah peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun dan peternak, termasuk penerapan teknologi Siska terkini. Sementara kata Rusman peran sentral Siska ada di perusahaan sawit (Swasta & PTPN) yang memiliki PKS (Mills) sebagai sumber pakan dari limbah, di samping hijauan kelapa sawit. "Untuk penerapan Siska ini, perusahaan dapat mengembangkan model kemitraan sawit dengan UKMK Petani Sawit. Komitmen dan dukungan total dari perusahaan sawit sangat diperlukan untuk perluasan Siska. Kolaborasi antara Ditjen Perkebunan dan Ditjen PKH di tingkat pusat mempunyai peran strategis," tandasnya.

Palembang, kabarsawit.com - Wakil Menteri Pertanian periode 2011-2014 Rusman Heriawan menyampaikan bahwa kebutuhan akan daging sapi cukup besar di Indonesia. Sayangnya 10 tahun terakhir yakni sejak 2013-2023 populasi sapi justru mengalami penurunan.

Data ini Rusman sampaikan dalam gelaran Workshop UKMK Berbasis Kelapa Sawit guna mengembangkan budidaya sapi melalui pola integrasi sapi sawit (Siska) yang ditaja Aspek-PIR dan BPDPKS, Kamis (22/8) lalu di Palembang.

Dari data yang dipaparkan, pada tahun 2013 jumlah populasi sapi mencapai 131.279.000 ekor. Sementara pada tahun 2023 jumlahnya hanya sebanyak 113.181.000 ekor saja. Artinya dalam rentang 10 tahun terjadi penurunan sebesar 13,79%.

"Saat ini pemerintah masih terus berupaya mengurangi ketergantungan impor pangan. Termasuk juga daging sapi," jelasnya.

Lanjutnya, jumlah pemotongan sapi 2023 sebesar 2,35 juta ekor dengan produksi daging 504 ribu ton. Jika jumlah penduduk Indonesia saat ini 280 juta jiwa dan konsumsi daging sapi 2,57 kg per kapita/tahun, maka total konsumsi daging sebesar 720 ribu ton. Artinya 200 ribu ton lebih tetap harus diimpor.

Disamping itu, perkebunan kelapa sawit justru terus bergerak naik luasannya. Tahun 2019 saja luasannya sudah mencapai 16,4 juta hektar. Malah saat ini diperkirakan bertambah satu juta Ha.

Artinya, pertumbuhan perkebunan kelapa sawit justru berlawanan dengan pertumbuhan populasi sapi. Dengan begitu program integrasi sapi ke lapa sawit (Siska) merupakan langkah potensial untuk meningkatkan populasi sapi hingga mengurangi ketergantungan impor daging sapi tadi.

"Jika mengaji pada Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) – Inpres No. 6/2019, maka Siska menjadi komponen penting dalam mendukung implementasinya," terang Rusman.

Menurut Rusman, program Siaka juga mendorong investasi perusahaan kelapa sawit dan pemerintah terutama dalam pengadaan sapi bakalan dan sapi indukan. Investasi lainnya adalah peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun dan peternak, termasuk penerapan teknologi Siska terkini.

Sementara kata Rusman peran sentral Siska ada di perusahaan sawit (Swasta & PTPN) yang memiliki PKS (Mills) sebagai sumber pakan dari limbah, di samping hijauan kelapa sawit.

"Untuk penerapan Siska ini, perusahaan dapat mengembangkan model kemitraan sawit dengan UKMK Petani Sawit. Komitmen dan dukungan total dari perusahaan sawit sangat diperlukan untuk perluasan Siska. Kolaborasi antara Ditjen Perkebunan dan Ditjen PKH di tingkat pusat mempunyai peran strategis," tandasnya.