https://www.kabarsawit.com


Copyright © kabarsawit.com
All Right Reserved.

Soal Pelabuhan Ekspor CPO, Kemenhub Kasih 'Lampu Hijau', Pemerintah Aceh Harus 'Jemput Bola'

Soal Pelabuhan Ekspor CPO, Kemenhub Kasih

Sekretaris APKASINDO Aceh, Fadhli Ali. (Foto Istimewa untuk kabarsawit)

Aceh, kabarsawit.com - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) meminta agar pembangunan pelabuhan ekspor crude palm oil (CPO) di Provinsi Aceh tidak hanya sebatas wacana. 

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyarankan agar Aceh harus memiliki pelabuhan ekspor CPO untuk memudahkan proses pengiriman, sehingga tidak bergantung lagi dengan provinsi lain.

Menurut Sekretaris APKASINDO Aceh, Fadhli Ali, Pemerintah Daerah Aceh harus serius dalam hal ini. Apalagi Kementerian Perhubungan sudah membuka pembicaraan agar Aceh harus punya pelabuhan ekspor CPO.

"Ini mestinya harus ditindaklanjuti dengan serius oleh Pemerintah Aceh. Harus jemput bola," kata Fadhli saat berbincang dengan kabarsawit.com, Senin (6/2).

Sebetulnya, kata Fadhli, Aceh merupakan salah satu daerah yang paling banyak pelabuhan di Indonesia. Namun sayang, tidak pelabuhan yang representatif untuk pengapalan minyak sawit mentah.

"Yang representatif tak ada. CPO dari Aceh selama ini diekspor via Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara," kata dia.

Padahal, kata Fadhli, jika Aceh punya pelabuhan ekspor sendiri dapat mendukung sirkulasi pemasaran CPO, baik di luar negeri maupun domestik.

Menurutnya, Aceh memang sudah layak punya pelabuhan ekspor CPO sendiri. Sebab, luas perkebunan sawit di Aceh mencapai 535 ribu hektare. Lebih 50 persen di antaranya merupakan perkebunan sawit rakyat.

"Penanamannya dilakukan sejak tahun 1911 silam. Artinya, Aceh merupakan pionir penanaman kelapa sawit di Indonesia bersama Sumatera Utara. Sebelum Indonesia merdeka, Aceh sudah menghasilkan CPO," ujarnya.

 

Sebetulnya, lanjut Fadhli, di kawasan barat-selatan Aceh, tepatnya di Aceh Barat Daya (Abdya), Kecamatan Susoh, ada pelabuhan bongkar muat CPO. Namun, kapal di sana tidak bisa bersandar akibat infrastruktur yang kurang memadai.

Fadhli menyebutkan, CPO yang dibongkar muat di Pelabuhan Susoh itu dihasilkan dari PT Socfindo. Setiap bulan tertimbun di sana.

“Proses pengapalannya dilakukan melalui pipa bawah laut. Di mana kapal menyandar pada posisi 300 sampai 400 meter dari bibir pantai Desa Pulau Kayu. Saya heran, mengapa Pemerintah Aceh sungguh lama membiarkan CPO dari Aceh diangkut dengan cara seperti itu keluar daerah," keluhannya.

Menurut Fadhli, apabila pelabuhan ekspor CPO di Aceh ada, baik di wilayah barat-selatan atau utara-timur, akan mendongkrak perekonomian Aceh. Sehingga angka pengangguran dan kemiskinan berkurang. 

Di samping itu, lanjut Fadhli, ongkos angkut CPO dari pabrik di Aceh mencapai Rp 500 per kilogram ke Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara. Tingginya ongkos angkut ini merupakan komponen penekan harga TBS kelapa sawit di Aceh.

"Jadi, dengan adanya keseriusan pemerintah pusat melalui Kemenhub, pelabuhan ekspor di Aceh harus terwujud. Sehingga Aceh lebih mandiri, pastinya akan mensejahterakan masyarakat," pungkasnya.