https://www.kabarsawit.com


Copyright © kabarsawit.com
All Right Reserved.

Ini yang Dibahas Dalam RDP DPRD Inhu dan Korporasi Sawit

Ini yang Dibahas Dalam RDP DPRD Inhu dan Korporasi Sawit

Situasi RDP DPRD Inhu. Foto: Ist

Rengat, kabarsawit.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Indragiri Hulu Provinsi Riau menggelar rapat dengar pendapat umum (RDP) pada Senin (11/12) bersama PT Indrawan Perkasa, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Dalam sidang yang dihadiri Bapenda Inhu, Distankan Inhu, Setda Inhu dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) melaporkan bahwa perusahaan tidak membayarkan pajak ke daerah.

Purmidi, Kepala Bidang P3 Badan Pajak Daerah (Bapenda) Inhu, mengatakan, sejak 2013 hingga 2016, perusahaan hanya menerima pajak yang dipungut atas HO atau izin intervensi. Saat ini, sesuai ketentuan Permendagri No. 19 tahun 2017 tentang pembatalan izin HO, hal tersebut sudah tidak dapat diterima lagi karena sudah tidak diperbolehkan lagi.

"Data dari perusahaan Amerika membayar pajak HO hanya sampai tahun 2016, dan tahun berikutnya dilarang sampai tahun 2023,” katanya kepada Suharto S. H. yang diketuai oleh Komisi IV DPRD Inhu.

Kemudian ketua rapat juga bertanya kepada perwakilan BPN tentang Izin Usaha (HGU) PT Indrawan Perkasa.

"Saya mengunduh semua data otorisasi, tetapi nama perusahaan sepertinya tidak ada HGU di dalamnya," kata Randi, analis data BPN Inhu.

Lebih parahnya lagi, menurut laporan dari komunitas korporasi yang beroperasi di Seiakar, Kecamatan Batang Gansal, juga terdapat kecurigaan tidak memiliki izin usaha perkebunan (IUP), seperti yang telah dicabut sejak tahun 2010, dan akibatnya ada kekhawatiran.bahwa perusahaan tidak akan membayar pajak.

Demikian pula informasi yang diperoleh Martimbang Simbolon, anggota DPRD Inhu, mengklaim investor telah mengelola perkebunan kelapa sawit hingga ribuan hektare selama puluhan tahun, namun perusahaan tersebut ilegal dan tidak membayar pajak.

"Hasil sidang ini bisa diserahkan ke aparat penegak hukum untuk diproses, mengakibatkan kerugian puluhan miliar akibat pajak yang tidak dibayarkan perusahaan," kata Suharto.