https://www.kabarsawit.com


Copyright © kabarsawit.com
All Right Reserved.

Setelah 50 Tahun Apakah Sawit Bisa Kembali di Replanting? Ini Penjelasannya

Setelah 50 Tahun Apakah Sawit Bisa Kembali di Replanting? Ini Penjelasannya

Replanting Sawit, foto : BPDP

 

Bengkulu, kabarsawit.com - Setelah 25 tahun, tanaman kelapa sawit memasuki masa peremajaan atau replanting karena tidak produktif lagi menghasilkan tandan buah segar (TBS). Jadi, apakah mungkin untuk meremajakan kembali kebun kelapa sawit setelah tanaman pengganti mencapai usia 25 tahun?

Petani sawit belakangan ini sering mengajukan pertanyaan ini. Meskipun beberapa orang percaya bahwa tanaman masih dapat direplanting, yang lain berpendapat bahwa tanaman harus diganti dengan tanaman baru.

Menurut Zainal Muktamar, pengamat pertanian dari Bengkulu, kebun sawit yang telah ditanam sebelumnya tidak dapat ditanam lagi.

“Hanya ada dua kesempatan untuk menanam sawit di kebun. Pertama, penanaman pertama harus dilakukan sebelum pembukaan lahan, dan kedua, penanaman kedua harus dilakukan setelah pembukaan lahan. Tanpa keduanya, tanah yang telah ditanami sawit selama lima puluh tahun akan menjadi tandus,” ungkapnya, Rabu (2/8).

Dia menambahkan, "Kelapa sawit berbeda dengan tanaman lain, karena dia menyerap unsur hara dan air cukup banyak. Jadi jika sudah ditanam, kemudian ditanam lagi, itu tidak bisa ditanam lagi karena lahannya pasti sudah tandus."

Ia tidak tahu apakah pemerintah tahu tentang masalah ini. Dia mengungkapkan bahwa meskipun pemerintah terus mendorong industri kelapa sawit, lahan yang sudah ditanami akan menjadi tandus dan tidak dapat ditanami lagi dalam lima puluh tahun mendatang.

“Kita bingung karena pemerintah meminta untuk menanam sawit, tetapi tidak ada pupuk yang diberikan. Nanti lahan yang pernah menjadi kebun sawit tandus, akibatnya petani tidak tahu apa yang akan mereka tanam setelah lima puluh tahun,” pungkasnya.

Ia menyarankan agar pemerintah membangun industri manufaktur baru yang menghasilkan uang bagi masyarakat. Saat ini, sektor kelapa sawit menyumbang 30% APBN di Indonesia. Namun, industri manufaktur tidak diprioritaskan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan pekerjaan.

Menurutnya, pemerintah harus membangun banyak industri manufaktur untuk membantu masyarakat yang membutuhkan lapangan pekerjaan saat bisnis ini menguntungkan dan memberikan kontribusi ke negara.

Selain itu, ia menekankan bahwa pemerintah harus memastikan bahwa produksi kelapa sawit terus berlanjut. Ia mengingatkan bahwa pemerintah tidak boleh membiarkan industri kelapa sawit lesu atau mati.

Dia menyimpulkan, "Pemerintah harus peduli agar petani tidak lagi memiliki lahan sawit yang tidak produktif dan tidak menghasilkan TBS karena tanahnya tidak subur akibat pemerintah tidak lagi memberikan subsidi pupuk bagi petani kelapa sawit."